Minggu, 14 Oktober 2018

Tiga serangkai (Konsumerisme, Materialisme dan Hedonisme)

Aku adalah tiga serangkai itu.



Sudah miliki dua sendal, aku ingin tiga. Satu untuk jalan-jalan, satu untuk ke pasar dan satu untuk di rumah.
Sudah miliki dua sepatu, aku ingin tiga. Yang coklat untuk baju coklat, yang hitam untuk warna hitam, dan yang merah untuk pakaian berwarna merah. Hampir ingin miliki banyak sepatu untuk semua jenis warna pakaian.

Tak ada puasnya.

Sudah miliki tiga tas. Aku ingin lima.
Sudah miliki dua jam tangan, aku ingin lima.

Semuanya maunya lebih dari satu.
Dari semua barang-barang tadi, hanya satu sepatu yang paling nyaman ku pakai, hanya satu tas yang selalu nyaman ku pakai dan hanya satu jam tangan yang paling aku suka.

Tapi, mataku tak pernah puas. Saat ke tempat perbelanjaan, tujuannya membeli baju. Tapi selalu bukan hanya baju yang penuhi kantong belanjaku.

Semua pakaianku belum semuanya ku pakai. Tapi setiap minggu selalu saja ada pendatang baru yang menempati rak-rak di lemariku.
Walau aku berjanji untuk tidak lagi seperti itu. Tapi semuanya tetap saja.

Setiap kondangan, selalu saja mencari kostum baru. Tidak pede kalau satu pakaian di pakai berulang kali. Biar lebih terlihat berkelas mungkin.

Pakaian, sepatu dan tas yang mungkin sering tidak terpakai juga jarang aku sumbangkan atau mungkin ku kirim ke kampung kepada orang-orang yang mungkin lebih membutuhkan. Setiap kali di pilah-pilah sebelum di kirim ke kampung, selalu saja perasaan sayang berlebihan muncul.
Kadang aku berpikir, sayang kalau harus di kirim ke kampung, mungkin besok-besok aku tetap akan membutuhkan ini semua.
Jadi tetap saja semua barang-barang itu penuhi ruang-ruang kamarku.

Setelah beberapa waktu berpikir, akan bagaimana jadinya jika gaya hidupku terus-terusan seperti ini.
Perlahan semuanya ku rubah. Ku rubah kebutuhan mata dan hatiku. Agar menjadi manusia  yang benar-benar mencintai alam.

Aku search di google, berapa banyak kain yang dibutuhkan untuk satu potong baju atau celana.
Berapa banyak bahan yang di ambil dari alam untuk membuat satu meter kain dan sebagainya.
Kemudian aku search lagi, berapa lama waktu yang dibutuhkan pengurai untuk menguraikan sampah-sampah tadi.

Walau tak semudah mengedipkan mata, suatu hari nanti aku pasti bisa. Mengendalikan semua keinginan, aku ingin menjadi salah satu dari sekian banyak manusia di bumi yang benar-benar mencintai bumi.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6

1 komentar:

Resensi Novel Bekisar Merah

  Perempuan dalam Kungkungan Kenyataan Judul                            : Bekisar Merah Penulis                         : Ahmad Tohari...