Senin, 26 November 2018

Review Buku Fiksi - Pulang (Tere Liye)

                 REVIEW BUKU FIKSI
                 PULANG – TERE LIYE



        Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak punya rasa takut (Bujang, Pulang hal.1)
Bujang seperti anak kampung pada umumnya. Hidup di pedalaman Sumatera, bersama kedua orang tuanya. Selain tidak mengecap bagaimana indahnya dunia sekolah, Bujang pun dilarang keras oleh bapaknya untuk belajar ilmu agama. Mungkin bapaknya terluka karena pernah ditolak dan dihina oleh keluarga mamaknya si Bujang saat melamarnya.
Percuma belajar ilmu agama, percuma menjadi baik, pikirnya. Setelah berusaha keras berbalik dari jalan yang gelap, dari tukang jagal. Toh, pada akhirnya keluarga calon mertuanya tetap menganggapnya kotor. Karena itu ia tak percaya jika Bujang juga harus belajar agama tetapi bapaknya dulunya adalah tukang jagal.
Masa depan setiap orang pasti berbeda. Tidak ditentukan oleh masa lalunya atau oleh masa lalu orang tuanya. Setiap anak mempunyai masa depannya sendiri. Demikianlah Bujang. Ia membuktikan itu.
Perjalanan Bujang dimulai saat ia berusia 15 tahun. Masih terlalu kecil untuk merantau jauh meninggalkan ibu-bapaknya, apalagi tanpa modal pendidikan dan pengalaman yang cukup.
Tauke mengajaknya ikut ke kota karena melihat potensi yang ada dalam dirinya. Melalui jejak pendapat kedua orang tuanya, akhirnya ibunya mengiyakan kepergiannya.
Berjanjilah kau akan menjaga perutmu dari semua itu, Bujang. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna memanggilmu pulang. Pesan ibunya itu yang selalu dipegang teguh olehnya. Menjauhkan diri dari babi dan arak.
Perjalanan Bujang pun dimulai. Tiba di kota besar, Bujang banyak melewati proses-proses hidup yang tidak mudah. Belajar sambil bekerja bagi keluarga Tong. Bujang akhirnya bersekolah, bahkan sampai mengambil master. Karena kecerdasannya, semua begitu mudah dan cepat bagi Bujang.
Perjalanan hidup Bujang yang menjalani dua sisi kehidupannya. Menjadi tukang pukul, dan menjadi manusia yang begitu ramah dan baik ketika bersama teman-temannya di kampus. Dua sisi, gelap dan terang. Perjalanan hidup Bujang yang dikemas begitu apik dalam cerita ini, bagaimana perjalanan pekerjaannya dari pekerjaan haram menuju pekerjaan halal.
Mamak,Bujang pulang hari ini. Tidak ke pangkuanmu, tidak lagi mencium tanganmu. Anakmu pulang ke samping pusaramu, bersimpuh penuh kerinduan.
Mamak, Bujang pulang hari ini. Terima kasih banyak atas didikanmu, walau Mamak harus menangis setiap kali melihat Bapak melecut punggungku dengan rotan. Terima kasih banyak atas nasihat dan pesanmu.
Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh di pusaramu, tapi juga telah pulang kepada panggilan Tuhan. Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang ku tempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.
Setelah dua puluh tahun, akhirnya Bujang mengunjungi pusara bapak dan ibunya.
Bujang merasa telah kembali ke jalan Tuhan, pulang kepada jalan yang benar, pulang kepada Tuhan, pulang kepada rumahnya yang sesungguhnya. Itulah inti cerita dalam buku ini.
         Maknanya juga sama, kita hidup dan berpetualang di dunia. Tapi, sejauh apa pun kita pergi, selalu ada ruang kosong dalam hati kita yang hanya dapat di isi oleh Tuhan, ruang yang hanya ditempati olehNya, yang selalu memanggil kita pulang.

#Tantanganreviewbuku
#TereLiye_Pulang
#ODOP6
#Komunitasonedayonepost
#KelasFiksi


Minggu, 25 November 2018

Kembalikan Guruku

                  Kembalikan Guruku
Hasil Duduk Sore Lisa Pingge & Mony Yanggu

                    Guruberproses.com

Ku teriak lantang pada dunia
"Kembalikan guruku!"
Dunia tertawa sambil jari-jari mereka terus menekan tombol-tombol benda aneh itu
Ku teriak lebih lantang lagi
"Kembalikan guruku!!"
Tawa riang dunia semakin keras dengan jari-jari yang terus digerakkan

Aku kembali menggerakkan pensil pada kertas kosong
Aarrggh, mengapa sesulit ini membuat satu garis?
Aku bertanya pada teman sebelahku
"Dapatkah kau membuat satu garis untukku?"
Temanku menatapku sayu,
Ia bahkan tak dapat memegang pensil

Aku pun termangu
Dengan semangat aku berlari pada guruku
Pikirku, satu-satunya orang yang dapat menolongku
Pikirku lagi. Ya, satu-satunya yang aku tau dapat mengajariku

Semangatku adalah belajar bersamanya
Bahagiaku ialah diajarinya
Aku ingin menjadi sepertinya
Ia kusebut pelita dalam gelap,
Yang menerangi bumi saat gelap menutupi ketidaktahuanku

Namun.....
Benda aneh di tangannya bahkan lebih penting dari kehadiranku
Sesekali ia tersenyum dan tertawa
Bukan karena aku
Bukan pula karena keluguanku

Ku sapa “Ibu...”, “Bapak...”
Mungkin ia tak tau aku ada
Sekali lagi ku sapa keras
Mungkin suaraku terlalu kecil sehingga tak terdengar
Atau
Kehadiranku tak berarti baginya???
Detik... menit....
Aku menunggu lagi di dekatnya

Bel berbunyi
Aku pulang tanpa tahu membuat garis

Itukah guru? Tanyaku dalam hati
Itukah guru? Hati kembali bertanya keras
Guru hebat yang maju bersama teknologi
Guru hebat yang hanya terkenal pada dunia maya
Seolah-olah ia benar mengajariku
Seolah-olah ia benar berkorban untukku
Nyatanya....
Kehadiranku di dekatnya tidak disadarinya
Bahkan tak berarti baginya

Wahai kau yang disebut guru
Mana ikrarmu?
Benarkah kau pelita dalam gelap itu?


Kembalikan guruku!

#Tantangantemabebas
#ODOP6
#KelasFiksi

Review Film My Mom aka A Long Visit

Review Film My Mom aka A Long Visit
                 Oleh Lisa Pingge

Sudah lima kali menonton film ini sejak tahun 2011, tapi setiap kali menontonnya pasti selalu mengguncang segala perasaan dan isi kepala saya. Kali ini saya akan mereview film Korea yang berjudul My Mom aka A Long Visit.

Penulis : Jang Hye-Sun, Ko Hye-Jeong, Sung-Yup Yoo, Yoo Young-A
Rilis : 22 April 2010
Negara : Korea Selatan
Pemain : Park Jin-Hee (Ji-Suk dewasa), Kim Hae-Sook (Ibu Ji-Suk), Jo Young-Jin (Suami Ji-Suk)





                     Foto google

Kapanpun aku sedang susah, ibu selalu menghiburku.
Jika aku menangis, ibu menangis lebih dariku.
Saat aku sedih, hatinya pasti ikut sedih.
Itulah seorang ibu.

Film ini bercerita tentang hubungan ibu dan anak. Berlatar tempat di desa yang benar-benar jauh dari perkotaan hiduplah sebuah keluarga yang juga jauh dari segala kesempurnaan. Keadaan ekonomi yang rendah membuat sang ibu harus pandai-pandai mengatur uang yang dihasilkan suaminya yang bekerja sebagai supir bus.
Setiap tokoh dengan sifatnya masing-masing yang hidup dalam sebuah keluarga membuat film ini bagai cermin kehidupan.
Ada sang ibu yang begitu hebat, lucu dan selalu melakukan hal-hal bodoh demi kepentingan keluarganya. Ada sang ayah yang kasar dan selalu melampiaskan amarahnya kepada istrinya karena selalu merasa bersalah atas ketidak mampuannya sebagai kepala keluarga serta rasa malu yang ia terima karena cacat tubuh yang ia miliki. Ada Ji-Suk  yang keras kepala, pekerja keras, punya mimpi yang besar dan mandiri. Ada adik Ji-Suk yang selalu sabar ketika dinomor duakan sang ibu.
Selama hidupnya, ibu Ji-Suk selalu lebih mengutamakan kebahagiaan anaknya, khususnya Ji-Suk dibandingkan perasaan dan kebutuhannya, ia selalu menyembunyikan makanan kesukaan Ji-Suk.
Ibu Ji-Suk selalu ingin melakukan hal-hal yang hampir terlihat bodoh mungkin, lihat saja suatu hari itu ketika ketika guru Ji-Suk memberi kantong dengan pesan agar feses Ji-Suk dimasukkan didalam kantong itu, Ji-Suk mengeluhkan anusnya yang rasanya sakit, lalu ibunya berkata bahwa ia ingin menggantikan posisi Ji-Suk saat itu. Bodoh memang.
         Saat Ji-Suk remaja, ibunya rela menukar rasa bangganya dengan rasa malu. ketika hari pertama sekolah semua orang tua diundang, ibu Ji-Suk juga ingin hadir namun terlambat, saat melihat ibunya di depan gerbang sekolah, Ji-Suk cepat-cepat berlari mendapati ibunya dan melarang ibunya masuk ke kelas karena malu melihat pakaian ibunya yang tidak secantik orang tua teman-temannya yang lain. Akhirnya ibu Ji-Suk pulang dengan membawa perasaan kecewa terhadap diri sendiri yang tidak bisa membanggakan anaknya.
Tidak ada hari-harinya yang terlepas dari rasa sayang terhadap Ji-Suk. Setelah Ji-Suk kuliah di Seoul yang jaraknya sangat jauh, ia selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi anaknya itu.
Hampir setiap hari ia menelpon anaknya untuk makan dan istrahat yang cukup, sampai-sampai kadang Ji-Suk memustuskan panggilan telpon ibunya.
Pengorbanan ibu sepanjang masa, demikian tokoh ibu Ji-Suk menjelaskan bagaimana kasih sayang seorang ibu. Ia rela mebuang jauh-jauh harga dirinya walau keluarganya dihina hanya untuk menikahkan Ji-Suk dengan pria pilihannya yang jauh lebih kaya.
Cerita dalam film ini dikemas begitu mengharukan penonton. Di akhir cerita ketik tahu bahwa Ji-Suk sakit kanker pankreas stadium akhir, Ji-Suk memilih untuk mengunjungi ibunya di desa, mengunjungi sahabatnya. Seakan ingin berpamitan, Ji-Suk menghabiskan waktu beberapa hari bersama ibunya. Setelah melihat apa saja yang selama ini makanan yang selalu ibunya makan, akhirnya Ji-Suk sadar betapa pengorbanan ibu tak ada habisnya, tak pernah ingin membebani anak-anaknya dengan menanggung kehidupan masa tuanya. Setelah bertengkar beberapa saat, akhirnya ibunya setuju untuk makan makanan di luar. Ibunya bahkan meributkan makanan yang harganya $100, menghambur-hamburkan uang katanya.
Malam terakhir Ji-Suk bersama ibunya, akhirnya melalui suami Ji-Suk yang polos itu ibunya tau kalau Ji-Suk sakit dan akan meninggal dalam waktu dekat.
Hancurnya hati kedua ibu dan anak malam itu, mereka berdua berpelukan menangis sejadi-jadinya, tak tau siapa yang ingin disalahkan.
         Ketika mengantar Ji-Suk di stasiun, ibu Ji-Suk merasa seperti mengantar anaknya pada kematian, karena ia tau waktunya Ji-Suk pergi untuk selamanya sudah semakin dekat.
         Akhirnya Ji-Suk pun meninggal. Meninggalkan ibunya yang hampir mati karena patah hati.
        Anakku apa kau tahu hal terbaik yang pernah ku lakukan dalam hidupku adalah melahirkanmu dan hal yang paling kusesali adalah juga melahirkanmu.
Setiap hari aku tak bisa tidur karena kuatir, kuatir jika aku mati nanti aku tak bisa menemukanmu.
Hari-hari semakin dekat untuk bertemu denganmu anakku, jika engkau mendengar kematianku segeralah mencari aku agar aku tidak tersesat. 
Tetaplah menjadi anakku di kehidupan mendatang.
Penutup cerita begitu membuat semua yang menonton terharu.
        Film ini juga sarat makna, apalagi jika yang menontonnya adalah anak yang kehidupannya mirip dengan cerita Ji-Suk.
Bagaimana Ji-Suk melawan kenyataan hidup. Apa saja yang dapat kita ambil? Yang pertama, sejak kecil ia selalu menyaksikan kekerasan dalam keluarganya sampai berulang kali ia meminta ibunya menceraikan ayahnya. Tetapi ia mampu keluar dari traumanya itu dengan membangun sebuah  keluarga dengan pria yang benar-benar mencintainya. Kedua, berasal dari keluarga yang berkekurangan membuatnya lebih semangat belajar mencari beasiswa, dan mandiri. Ia mampu kuliah sambil bekerja untuk membantu membiayai kehidupannya di kota besar. Ketiga, setelah ayahnya meninggal pada akhirnya ia mengerti dan menerima keadaan keluarganya, setelah sekian lama saat kuliah ia memilih untuk mencintai keluarganya dari jauh untuk lebih bebas mencintai dirinya sendiri.
Film ini mau mengajak kita semua bagaimana menjadi anak yang baik buat ibu kita yang telah berkorban sangat banyak buat kita. Cintailah ibu kita dengan hal-hal sederhana, seperti mengajak makan bersama atau hal lainnya.

#Tantanganreviewfilm
#Mymomakaalongvisit
#ODOP6
#Kelasfiksi

Sabtu, 24 November 2018

Review Cerpen Masa Lalu yang Tertinggal di Dalam Tubuh

Judul : Masa Lalu yang Tertinggal di Dalam Tubuh
Penulis : Aksan Taqwin Embe
Dipublikasikan : Kompas, 15 November 2018
Link : https://lakonhidup.com/2018/11/15/masa-lalu-yang-tertinggal-di-dalam-tubuh/

         
               Masa Lalu yang Tertinggal di Dalam Tubuh,Kompas


           Kita semua pasti pernah mengalami yang namanya kecewa, patah hati, ditinggalkan atau mungkin merasakan kepahitan hidup lainnya. Tetapi cara kita move on dari kenyataan yang kita hadapi pasti berbeda. Bahkan tidak sedikit orang yang bunuh diri.
           Bagaimana cara tokoh utama mengendalikan semua perasaan itu rupanya sederhana sekali. Seperti yang dituangkan penulis dalam ceritanya, cukup bermeditasi.
            Cerpen dengan alur maju mundur ini, butuh dibaca ulang-ulang untuk mengerti maksud penulis dalam tulisannya ini. Meskipun tanpa nama, penggambaran tokoh cukup bisa dimengerti. Bagaimana hubungan tokoh utama dengan Iriya juga tidak dijelaskan secara terperinci, mungkin Iriya adalah mantan pacarnya.
Ketika ia gelisah, ketika rindu dan ingatan tentang Iraya muncul dalam pikirannya, ia bermeditasi.
Penulis secara tidak langsung ingin memberi tahu semua pembaca bahwa meditasi itu salah satu cara sederhana untuk mengendalikan semua kegelisahan dan amarah dalam hidup. Cukup duduk dengan tubuh tegap dan kaki terlipat lalu berkonsentrasi penuh. Dengan sedikit memberi teori dasar tentang gunanya bermeditasi daripada duduk pasrah dengan tangan ke belakang menahan tubuh  justru akan merusak ginjal, kata penulis.
Tidak banyak kekurangan dalam cerpen ini, bahkan hampir tidak ada. Lewat cara mengatasi keadaan si tokoh utama dalam cerpen ini, penulis ingin mengajak semua pembaca bahwa perlunya mengendalikan amarah dan dendam masa lalu agar tidak terjadi pertengkaran bahkan pembunuhan, hanya dengan bermeditasi.

#Tantanganreviewcerpen
#ODOP6
#Kelasfiksi

Senin, 19 November 2018

Ketika

                     Paxabay.com

Ketika Kau membuatku tetap tersenyum dalam kelelahan.

Ketika Kau besarkan hatiku disaat kepahitan datang.

Ketika Kau beriku harapan disaat semua rasanya tak mungkin.

Ketika Kau beri aku kekuatan untuk percaya pada janji-janjiMu.

Ketika kau membuat aku sabar dalam setiap ujian-ujian hidup.

Ketika Kau menemaniku membuat pilihan-pilihan dalam hidup.

Aku yakin suatu saat akupun akan dimampukan untuk mengasihiMu lebih sungguh, memberi diri.

#komunitasonedayonepost
#kelas fiksi odop batch 6
#tantangan pekan 2 tema bebas

Jumat, 16 November 2018

Rumah Melayang

2050

           Dua puluh tahun sudah mengembara planet bumi ini, menjadi flashmaker  adalah impian Adam sejak kecil. Lima belas tahunnya ia habiskan menciptakan alat-alat yang membantunya berkeliling planet bumi ini.
           Setelah bencana alam dimana-mana, Adam pun memutuskan membangun rumah di ketinggian 100 kaki dari atas permukaan tanah di salah satu hutan di pinggiran kota Manisa, Turki. Di atas gunung Sipylus Adam lebih dapat melihat indahnya kota Manisa.
           Bermodalkan konsep levitasi magnetik, Adam membangun semuanya bertahun-tahun. Meletakkan magnet yang menghasilkan medan magnet dengan diameter 15 meter sudah cukup membuatnya hidup aman di atas rumahnya.
          Menggunakan besi berongga dengan massa yang cukup, rumahnya sederhana saja 16 m2 luasnya, sudah berisi kamar tidur lipat, dapur, ruang santai. Atapnya langsung menggunakan panel surya sekaligus sebagai sumber listrik bagi rumahnya. Di bangunnya lift untuk bisa turun ke daratan jika ada keperluan tertentu.
           Semua sampah dari rumah melayangnya itu ia daur ulang menggunakan alat penghancur partikel  menjadi pupuk yang disalurkan langsung ke kebunnya. Semua lahan kosong di bawah rumahnya ia tanami dengan pohon-pohon sebagai penghasil oksigen. Makanan dan minumannya semua hasil olah khusus yang telah ia uji di laboratoriumnya bertahun-tahun.
           Adam merasa nyaman di rumah melayangnya, walaupun belum seratus persen dan masih terus melanjutkan proyek dan penelitiannya, Adam berharap tetangga-tetangganya mau mengikutinya hidup di rumah melayangnya itu.


#komunitasonedayonepost
#ODOP 6
#Tantangan 4
#Tantangan Fantasi
#Rumah Melayang

Rabu, 14 November 2018

Superheroes

                      Askfm-adiya puspita

Siang itu aku pulang ke rumah dengan membawa pulang luka menganga. Merasa kalah. Ku mainkan playlist moodboster. Superheroes by The Script.

When you’ve been fighting for it all your life
You’ve been struggling to make things right
That’s what superhero learns to fly
Every day, every hour, turn the pain into power.

          Seberapa banyak tamparan dalam hidup itu datang? Berulang sudah menghampiriku. Pertama kali datang, aku benar-benar patah hati pada hidup. Katanya ‘semua akan indah pada waktuNya’, tapi nyatanya meyakinkan diri untuk percaya kta-kata itu bukanlah hal yang mudah, semua butuh proses dan butuh waktu. Seberapa banyak aku berusaha sudah tak terhitung lagi. Tidur, makan, traveling, olah raga semua telah ku lakukan. Tapi melupakan penolakan, rasa tidak diterima, bukanlah hal yang begitu saja mudah pergi dan hilang dari ingatanku.
Menelan pahitnya kenyataan bahwa aku tidak diterima ibumu karena perbedaan status sosial yang dibuat manusia termasuk ibumu itu, membuat aku berpikir mengapa manusia selalu membuat diri lebih tinggi dari Tuhan?
Keluarga mereka itu berasal dari kalangan rendah. Kamu cari pasangan yang lebih saja, aku ingat benar kata-kata ibumu.

Lihatlah bagaimana kita hidup sekarang. Mungkin ini cara Tuhan. butuh waktu yang lama untuk melihat bukti bahwa kata-kata ‘semua akan indah pada waktuNya’ itu benar, benar-benar ada.
Aku tak pernah keluhkan semua kepahitan yang pernah aku terima, karena aku percaya semua orang memiliki penderitaannya masing-masing, tetapi semua sanggup melewatinya. Karena semua kita adalah superhero buat diri kita sendiri yang setiap saat belajar mengubah penderitaan menjadi sebuah kekuatan untuk bangkit.


#Terinspirasi superhero by The Script.
#Tantangan 3
#ODOP BATCH 6
#SONGLIT
#Komunitasonedayonepost


Cukup Aku & Kamu


                      salafiyunpad.wordpress.com

          Bunyi desis ban bus yang ku tumpangi bersentuhan dengan aspal basah membuat hatiku makin pilu. Sengaja ku pilih tempat duduk paling belakang, malu. Mataku bengkak, rasanya kelopak mataku melepuh karena menangis sepanjang hari.
          Walaupun bukan keputusan yang benar, tapi kembali ke rumah masa kecil adalah jalan satu-satunya. Capek, jenuh, bosan, lelah. Semua bereaksi menjadi satu membuat aku sakit, fisik dan psikis.
Selama ini aku heran bahkan tertawa ketika mendengar beberapa orang ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, tapi kenyataannya saat ini rasanya aku juga sama seperti mereka.
  Seandainya masa depan bisa diintip, aku bersumpah tak akan pernah mengambil jalan ini. Seharian tadi aku berdoa, berharap hal-hal instan bisa terjadi dalam beberapa detik. Tapi tetap saja, hatiku sudah dipenuhi rasa benci. Rasanya ingin ku muntahkan semua kebahagiaan yang telah ku kecap selama beberapa tahun ini.
Apa memang kehidupan setelah pernikahan akan sepahit ini? Janji-janji manis dulu kini semuanya pahit.
Tekadku sudah bulat, aku tak akan kembali ke rumah mertua sebelum Rias sadar. Aku sudah benar-benar bosan hidup dengan begitu banyak manusia dalam satu atap yang sama. Semua masalah rumah tangga aku dan Rias selalu jadi masalah semua orang-orang rumah. Dinasihati sekian banyak orang, aku bosan. Seolah-olah aku yang paling bersalah. Aku seakan ular di taman Eden yang selalu dipersalahkan karena menggoda Hawa memakan buah pengetahuan itu.
          Aku ingin hidup berdua saja sama Rias. Berdua saja memeluk semua masalah-masalah rumah tangga kami, seperti berdua memeluk bahagia-bahagia kami sebelum episode kehidupan ini.
Cukup sudah tiga tahun ini, lebih dari cukup aku bersabar dan beradaptasi dengan mengorbankan semua pikiran dan perasaanku.

Kalau sudah dapat kontrakan, jemput aku di rumah ibuku. Aku takkan kembali kalau harus kembali ke rumah itu lagi. Tolong mengerti aku, bunyi pesanku di whatssappnya tadi sebelum ku nonaktifkan ponselku.

#Tantangan 2
#ODOP BATCH 6
#Komunitasonedayonepost
#Domesticdrama
#Rumahtangga


Kamis, 08 November 2018

Karena Stasiun Kereta Malam Itu

 “Lion berdiri di dalam stasiun kereta api…..” Suara Pak Okto semangat menjelaskan soal Efek Doppler. Cicak-cicak di ruangan XII IPA 1 juga mungkin tak bisa tidur siang karena terpaksa harus mendengar soal-soal yang sulit di siang hari.
Rasanya aku ingin bolos saja, tiba-tiba ingin tidur karena bingung membayangkan cerita stasiun kereta api itu.
Iseng ku tulis di halaman belakang buku,

TOPICK OF ‘D DAY
Me: “Kira-kira kalau di rumah apa Pak Okto seseram ini kah?”

Zygot: “Coba saja jadi istrinya seminggu!”

Mr. Bule: “Kalau saya jadi perempuan, saya tidak akan menikah sama pak Okto. Walau di galaksi ini laki-laki hanya Pak Okto. Pasti membosankan. Di rumah segala sesuatunya pakai rumus hahaha.”

Nona Guncang: “WARNING. Jangan lupa beri jedah waktu mengoper bukunya. Rumus Efek Doppler sudah pindah di mata Pak guru. LIAR kayak kuda liar.”

Mr. Bule: “Cie cie….ada yang tersinggung ni idolanya dijadikan topik hari ini.”

Me: “Haha THE END.”

Kami berempat tersenyum kecil sambil melingkari nomer-nomer soal yang dijadikan tugas.
“Ingat tugasnya harus di kumpul besok pagi.” Kata Pak Okto sambil berjalan keluar kelas.

Senangnya kelas telah selesai. Kami pun berhamburan menuju pintu yang terlihat sangat sempit ketika jam pulang tiba.

“Eh nanti sore kita kerja tugasnya di rumahku saja,” kata Dami si Mr. Bule bersemangat.
“Makanya di kelas tu fokus. Jangan cuma sibuk tulis skenario.” Evi si Nona Guncang menghantam punggung Dami dengan tasnya sambil terus berlari.

Tak ada pilihan transportasi, tak ada angkutan umum. Tapi panas jadi tak terasa, dua kilometer kami berjalan kaki pulang ke rumah rasanya dekat. Putih abu-abu.

Entah kenapa kalau pelajaran matematika dan fisika aku jadi seperti monster kelaparan. Ada sayur daun ubi yang ditumbuk lalu di masak pakai santan, ada sambal teri pula. Aduh enaknya, aku jadi makan banyak sekali.

Seperti deret, seperti dua pasangan alamiah yang tak terpisahkan, demikianlah akrabnya kenyang dan kantuk.

Aku menunggu kereta terakhir malam itu. Masing-masing orang sibuk tanpa peduli orang-orang di sekitar mereka.
Ratusan kepala di sini, semua dengan pikiran dan tuntutan keadaan yang berbeda.
Ku lihat seorang bapak tua di ujung stasiun terlihat gelisah. Bangun, duduk terus seperti itu. Di kejar waktu, mungkin ada sesuatu yang sangat ingin ia untuk segera tiba di tempat tujuan.
Bibirnya sibuk menyomel, tapi anak muda di sampingnya justru santai melipat tangan di dada dengan mata tertutup dan headphone di telinga. Bapak tua tetap saja terus menyomel.

Sudah pukul 18.30. Beberapa menit lagi keretanya pasti datang, aku juga sudah mulai bosan menunggu.
Ku buka ebook untuk mengisi waktu. Ilustrasi-ilustrasi di ebook cukup menghilangkan kebosanan pikirku.

 “Kamu mau ke mana Lin?” Tanya Pak Okto mengagetkan.
“Eh e..Bapak kok ada di sini?” Aku balik bertanya karena kaget.
“Bapak sekeluarga mau liburan. Tapi tadi terlambat kereta sore.” Kata Pak Okto menjelaskan.
“Bapak juga mau ke Jakarta?” Aku lanjut bertanya.
Pak Okto mengangguk tanda ya. “Bagaimana kuliah kamu?”
“Baik Pak.” Jawabku singkat.
“Ok syukurlah. Kalau begitu Bapak kembali ke sana dulu ya.” Kata Pak Okto sambil berdiri.
“Iya Pak.” Aku mengangguk setengah tertunduk sopan sambil tersenyum.

Kok bisa Pak Okto ada di sini jauh-jauh dari Sumba. Liburan? Keren juga bisa bawah keluarga liburan ke Jakarta. Ah…Bisa saja, Pak Okto kan kudanya banyak, harga dua ekor kuda kalau dijual sudah lumayan bikin sesak rekening, pikirku.

Keretanya datang, aku langsung membereskan ranselku.

Jakarta.
Sejak kecil aku selalu bermimpi liburan ke Jakarta, aku bosan setiap hari cuma melihat gunung-gunung, sawah, dan padang. Aku juga ingin melihat gedung-gedung yang tinggi, merasakan naik kereta api seperti ini.
Aku bahkan tak percaya sudah di sini.

Aku akan liburan. Temanku sudah menunggu.

Kami berencana untuk mengunjungi beberapa tempat sekaligus.
Di usia-usia pucuk seperti ini sebaiknya isi hidup dengan rekreasi juga biar tidak mudah stress, notice temanku waktu itu. Jadi, mantaplah aku akan berkunjung ke tempatnya sebelum berkeliling ke kota-kota lain.

Ternyata untuk berlibur tidak seribet seperti yang ku bayangkan sebelumnya. Terlalu direncanakan justru kadang kurang berhasil. Dadakan seperti ini rasanya lebih seru.
My anaconda don’t, my anaconda don’t, my anaconda don’t want none unless you got buns, hun.
Ringtone di handphoneku terus berdering. Cepat ku geser tombol hijau untuk menjawab panggilan masuk, tapi ringtonenya terus saja berdering. Ku geser lagi tombol hijaunya tapi tetap tak bisa. Lima kali tetap tak bisa.
Tiba-tiba ibu datang menghantamku dengan bantal.
“Hei bangun, sudah gelap.” Kata ibu berteriak.

Sontak aku kaget terbangun.
“Sekarang jam berapa Bu?”
“Setengah enam sore!” Jawab ibu kasar.

Aduhh….tadi kan ada janjian belajar kelompok. aku menyomel sambil terus berputar dalam rumah.
“Ibu kok tidak bangunkan aku tadi?” Aku terus menyomel tak jelas.
“Handphone kau terus berdering dari tadi, mungkin sudah seratus kali,” balas ibu balik marah.

Ku lihat tujuh panggilan tak terjawab, Mr. Bule.
Pasti besok akan repot, pikirku. Akhirnya ku putuskan untuk mengerjakan tugasnya sendiri.
Memang butuh perjuangan berdarah-darah untuk menyelesaikan soal-soal ini. Tapi setidaknya besok aku tak akan dihukum karena tugasnya beres.

Pagi itu aku bertemu Pak Okto di lorong kelas. Dalam hati aku tertawa setengah mati. Bisa-bisanya aku mimpi Pak Okto di siang bolong. Bertemu di Jakarta pula.
Aku senang mimpinya ke Jakarta, tapi tidak mau kalau ada Pak Okto di sana. Bosan, di dunia nyata ada Pak Okto, dalam mimpi juga ada Pak Okto. Betapa sempitnya dunia, pemainnya cuma itu-itu saja.

Kembali ke kelas aku menceritakan mimpiku kemarin.
“Ternyata kalau di luar sekolah, Pak Okto terlihat lebih muda gaes.” Ceritaku semangat sambil tertawa.
“Tapi itu kan cuma mimpi. Biasanya juga di rumah Pak Okto tetap pakai celana kain kok bukan jeans.” Mr. Bule menyelah tanda-tanda kegantengannya disaingi.
“Tapi yang pasti, dalam mimpi tu Pak Okto keren. Jeans biru, kemeja kotak-kotak. Jauhlah dari penampilannya setiap hari kalau ke sekolah.” Kataku tegas mengakhiri bincang-bincang pagi kami berempat tepat saat bel pelajaran pertama di mulai.

Karena kekurangan guru, pelajaran matematika juga dibawakan oleh Pak Okto.
Jadilah kami bertemu Pak Okto lagi pagi itu, tiga kali empat puluh lima menit. Lumayan berat dan butuh kosentrasi ekstra.
Setelah dua kali empat puluh lima menit berlalu, Mr. Bule mulai bosan. Dia memulai TOPICK OF D DAY.
Ku lihat ujung pulpennya sibuk menari di atas kertas halaman terakhir bukunya.
TOPICK OF D DAY
Mr. Blue: Pagi yang cerah, secerah hatiku yang baru kembali berlibur dari Jakarta bersama Pak guru.

Zygot: Speechless.

Me: THE END. FOCUS ONLY.

Dalam hati aku berjanji tidak akan ada lagi TOPICK OF D DAY buat Pak Okto. Dalam mimpi itu ia baik sekali, ramah dan menyenangkan. Aku tak akan mengkhianatinya lagi.


Especially for my classmates, bangku ke tiga kolom paling kanan, bangku ke tiga kolom ke dua dari kanan. Berempat kita yang paling jahil. Tuhan memberkati dimanapun berada.

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#Fiksi
#Tantangan 1



Resensi Novel Bekisar Merah

  Perempuan dalam Kungkungan Kenyataan Judul                            : Bekisar Merah Penulis                         : Ahmad Tohari...