Minggu, 25 November 2018

Review Film My Mom aka A Long Visit

Review Film My Mom aka A Long Visit
                 Oleh Lisa Pingge

Sudah lima kali menonton film ini sejak tahun 2011, tapi setiap kali menontonnya pasti selalu mengguncang segala perasaan dan isi kepala saya. Kali ini saya akan mereview film Korea yang berjudul My Mom aka A Long Visit.

Penulis : Jang Hye-Sun, Ko Hye-Jeong, Sung-Yup Yoo, Yoo Young-A
Rilis : 22 April 2010
Negara : Korea Selatan
Pemain : Park Jin-Hee (Ji-Suk dewasa), Kim Hae-Sook (Ibu Ji-Suk), Jo Young-Jin (Suami Ji-Suk)





                     Foto google

Kapanpun aku sedang susah, ibu selalu menghiburku.
Jika aku menangis, ibu menangis lebih dariku.
Saat aku sedih, hatinya pasti ikut sedih.
Itulah seorang ibu.

Film ini bercerita tentang hubungan ibu dan anak. Berlatar tempat di desa yang benar-benar jauh dari perkotaan hiduplah sebuah keluarga yang juga jauh dari segala kesempurnaan. Keadaan ekonomi yang rendah membuat sang ibu harus pandai-pandai mengatur uang yang dihasilkan suaminya yang bekerja sebagai supir bus.
Setiap tokoh dengan sifatnya masing-masing yang hidup dalam sebuah keluarga membuat film ini bagai cermin kehidupan.
Ada sang ibu yang begitu hebat, lucu dan selalu melakukan hal-hal bodoh demi kepentingan keluarganya. Ada sang ayah yang kasar dan selalu melampiaskan amarahnya kepada istrinya karena selalu merasa bersalah atas ketidak mampuannya sebagai kepala keluarga serta rasa malu yang ia terima karena cacat tubuh yang ia miliki. Ada Ji-Suk  yang keras kepala, pekerja keras, punya mimpi yang besar dan mandiri. Ada adik Ji-Suk yang selalu sabar ketika dinomor duakan sang ibu.
Selama hidupnya, ibu Ji-Suk selalu lebih mengutamakan kebahagiaan anaknya, khususnya Ji-Suk dibandingkan perasaan dan kebutuhannya, ia selalu menyembunyikan makanan kesukaan Ji-Suk.
Ibu Ji-Suk selalu ingin melakukan hal-hal yang hampir terlihat bodoh mungkin, lihat saja suatu hari itu ketika ketika guru Ji-Suk memberi kantong dengan pesan agar feses Ji-Suk dimasukkan didalam kantong itu, Ji-Suk mengeluhkan anusnya yang rasanya sakit, lalu ibunya berkata bahwa ia ingin menggantikan posisi Ji-Suk saat itu. Bodoh memang.
         Saat Ji-Suk remaja, ibunya rela menukar rasa bangganya dengan rasa malu. ketika hari pertama sekolah semua orang tua diundang, ibu Ji-Suk juga ingin hadir namun terlambat, saat melihat ibunya di depan gerbang sekolah, Ji-Suk cepat-cepat berlari mendapati ibunya dan melarang ibunya masuk ke kelas karena malu melihat pakaian ibunya yang tidak secantik orang tua teman-temannya yang lain. Akhirnya ibu Ji-Suk pulang dengan membawa perasaan kecewa terhadap diri sendiri yang tidak bisa membanggakan anaknya.
Tidak ada hari-harinya yang terlepas dari rasa sayang terhadap Ji-Suk. Setelah Ji-Suk kuliah di Seoul yang jaraknya sangat jauh, ia selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi anaknya itu.
Hampir setiap hari ia menelpon anaknya untuk makan dan istrahat yang cukup, sampai-sampai kadang Ji-Suk memustuskan panggilan telpon ibunya.
Pengorbanan ibu sepanjang masa, demikian tokoh ibu Ji-Suk menjelaskan bagaimana kasih sayang seorang ibu. Ia rela mebuang jauh-jauh harga dirinya walau keluarganya dihina hanya untuk menikahkan Ji-Suk dengan pria pilihannya yang jauh lebih kaya.
Cerita dalam film ini dikemas begitu mengharukan penonton. Di akhir cerita ketik tahu bahwa Ji-Suk sakit kanker pankreas stadium akhir, Ji-Suk memilih untuk mengunjungi ibunya di desa, mengunjungi sahabatnya. Seakan ingin berpamitan, Ji-Suk menghabiskan waktu beberapa hari bersama ibunya. Setelah melihat apa saja yang selama ini makanan yang selalu ibunya makan, akhirnya Ji-Suk sadar betapa pengorbanan ibu tak ada habisnya, tak pernah ingin membebani anak-anaknya dengan menanggung kehidupan masa tuanya. Setelah bertengkar beberapa saat, akhirnya ibunya setuju untuk makan makanan di luar. Ibunya bahkan meributkan makanan yang harganya $100, menghambur-hamburkan uang katanya.
Malam terakhir Ji-Suk bersama ibunya, akhirnya melalui suami Ji-Suk yang polos itu ibunya tau kalau Ji-Suk sakit dan akan meninggal dalam waktu dekat.
Hancurnya hati kedua ibu dan anak malam itu, mereka berdua berpelukan menangis sejadi-jadinya, tak tau siapa yang ingin disalahkan.
         Ketika mengantar Ji-Suk di stasiun, ibu Ji-Suk merasa seperti mengantar anaknya pada kematian, karena ia tau waktunya Ji-Suk pergi untuk selamanya sudah semakin dekat.
         Akhirnya Ji-Suk pun meninggal. Meninggalkan ibunya yang hampir mati karena patah hati.
        Anakku apa kau tahu hal terbaik yang pernah ku lakukan dalam hidupku adalah melahirkanmu dan hal yang paling kusesali adalah juga melahirkanmu.
Setiap hari aku tak bisa tidur karena kuatir, kuatir jika aku mati nanti aku tak bisa menemukanmu.
Hari-hari semakin dekat untuk bertemu denganmu anakku, jika engkau mendengar kematianku segeralah mencari aku agar aku tidak tersesat. 
Tetaplah menjadi anakku di kehidupan mendatang.
Penutup cerita begitu membuat semua yang menonton terharu.
        Film ini juga sarat makna, apalagi jika yang menontonnya adalah anak yang kehidupannya mirip dengan cerita Ji-Suk.
Bagaimana Ji-Suk melawan kenyataan hidup. Apa saja yang dapat kita ambil? Yang pertama, sejak kecil ia selalu menyaksikan kekerasan dalam keluarganya sampai berulang kali ia meminta ibunya menceraikan ayahnya. Tetapi ia mampu keluar dari traumanya itu dengan membangun sebuah  keluarga dengan pria yang benar-benar mencintainya. Kedua, berasal dari keluarga yang berkekurangan membuatnya lebih semangat belajar mencari beasiswa, dan mandiri. Ia mampu kuliah sambil bekerja untuk membantu membiayai kehidupannya di kota besar. Ketiga, setelah ayahnya meninggal pada akhirnya ia mengerti dan menerima keadaan keluarganya, setelah sekian lama saat kuliah ia memilih untuk mencintai keluarganya dari jauh untuk lebih bebas mencintai dirinya sendiri.
Film ini mau mengajak kita semua bagaimana menjadi anak yang baik buat ibu kita yang telah berkorban sangat banyak buat kita. Cintailah ibu kita dengan hal-hal sederhana, seperti mengajak makan bersama atau hal lainnya.

#Tantanganreviewfilm
#Mymomakaalongvisit
#ODOP6
#Kelasfiksi

2 komentar:

Resensi Novel Bekisar Merah

  Perempuan dalam Kungkungan Kenyataan Judul                            : Bekisar Merah Penulis                         : Ahmad Tohari...