Senin, 04 April 2022

Resensi Novel Bekisar Merah

 

Perempuan dalam Kungkungan Kenyataan

Judul                           : Bekisar Merah

Penulis                        : Ahmad Tohari

Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tahun Terbit               : 2011

Genre                          : Fiksi

ISBN                            : 9789792266320

Jumlah halaman         : 360 halaman

 

 

             Gambar : https://www.goodreads.com/

    Lagi-lagi Ahmad Tohari penulis yang berasal dari Banyumas hadir dengan ciri khas tulisannya yang mengekspresikan kesederhanaan, sindiran, dan pulang kampung dalam novelnya yang berjudul Bekisar Merah. 

    Novel ini sebenarnya dicetak ulang dengan menggabungkan dua bagian buku sekaligus dengan satu judulnya lainnya yakni Belantik dan kemudian diberi satu judul Bekisar Merah.

    Ahmad Tohari bak seorang spesialis perihal cerita-cerita berlatar pedesaan yang sangat sederhana dengan pengantar dan pembawaan cerita yang juga menggunakan bahasa yang sederhana. Semua itu terlihat dalam semua keseluruhan cerita. Dimulai dengan pembuka yang manis dan penggambaran suasana desa dan kedesaannya.

    Secara singkat, novel Bekisar Merah menceritakan tokoh Lasi yang adalah seorang gadis berdarah Jepang dan Jawa. Ia diibaratkan sebagai Bekisar (yang dalam KBBI diartikan sebagai keturunan campuran dari perkawinan ayam hutan dengan ayam biasa). Bekisar merah yang dijadikan hiasan rumah (istri simpanan) orang-orang kaya di kota.

    Sejak kecil, Lasi sering sekali menerima bulian karena tak memiliki ayah. Karena tak memiliki ayah pun, Lasi tak diminati oleh pria-pria di kampung Karangsoga. Harga diri dipertaruhkan jika menikahi perempuan yang tak memiliki ayah. Akhirnya Lasi dinikahi oleh keponakan ayah tirinya. Walaupun hidup penuh cinta bersama Darsa; suaminya, nafas hidup Lasi dan Darsa selalu bergantung pada harga gula kelapa hasil olahan mereka.

    Suatu kali, Darsa mengalami kecelakaan saat bekerja. Dalam proses penyembuhan Lasi tetap sabar mendampingi suaminya. Namun, kesetiaan Lasi dibalas pekhianatan oleh Darsa. Setelah sembuh dari layu pucuk, Darsa justru menghamili Sipah; anak dukun kampung yang mengobatinya.

    Lasi yang kecewa karena merasa dikhianati akhirnya menumpangi truk Pardi yang mengangkut gula kelapa ke Jakarta. Di sana lasi bertemu Bu Koneng. Dari Bu Koneng, Lasi dipertemukan lagi dengan Bu Lanting. Lasi yang dari kampung tak tahu kalau Bu Lanting adalah seorang mucikari. Seperti sebuah transaksi, Lasi sudah menerima semua kebaikan Bu Lanting, Lasi pun harus membayar dengan mengiyakan semua permintaan Bu Lanting. Lasi bersedia menjadi istri muda tuan Handarbeni. Setelah setahun lebih menjadi istri Handarbeni, Lasi pun ditukar oelh Handarbeni dengan jabatan barunya. Lasi yang jengkel, akhirnya pulang ke Karangsoga dan kembali menemui Kanjat, teman masa kecilnya yang juga mencintai Lasi. Di pertemuan kali itu, dengan caranya sebagai perempuan, Lasi meminta Kanjat untuk menyelamatkannya dari lingkaran gelap yang sedang mengikatnya. Di pertemuan itu pun, Eyang Mus selaku tua-tua yang masih mempunyai pengaruh di kampung Karangsoga meminta Kanjat dan Lasi untuk nikah sirih. Namun saat pelarian Kanjat dan Lasi, orang suruhan Bambung; suami baru Lasi datang menjemput paksa Lasi. Kanjat dan Lasi pun kembali berpisah.

     Di akhir cerita dipaparkan, Bambung yang adalah seorang belantik akhirnya jadi tahanan karena terlibat korupsi. Lasi yang adalah wanita simpanan Bambung, akhirnya ikut terseret menjadi saksi serta mengembalikan semua harta yang pernah diterimanya dari Bambung. Cerita pun ditutup dengan manis, Kanjat akhirnya ngotot menjemput Lasi di Jakarta yang sedang hamil di sel tahanan dan mengeluarkan Lasi dari sana dengan bantuan temannya seorang pengacara.

     Kelebihan dari karya Ahmad Tohari ini tentunya sangat banyak. Sebagai penikmat karya sastra, saya melihat beberapa diantaranya. Pertama, penggunaan bahasa dalam memaparkan latar tempat dan waktu di tahun sangat jelas dan runut. Kedua, karakter semua tokoh dalam cerita sangat kuat dan mengesankan. Ketiga, sindiran-sindiran (Baik bagi penguasa, masyarakat desa, dan mahasiswa) dalam keseluruhan tulisan dikemas dengan sampul yang manis.

     Adapun kekurangan novel ini adalah penggunaan istilah-istilah Jawa yang walaupun diikuti maknanya, tetaplah sedikit kurang sedap ketika disantap pembaca, seperti hanya sebuah pengulangan. Kekurangan lainnya adalah akhir cerita ditutup terlalu cepat. Padahal saya berharap masih ditambahkan beberapa halaman lagi.

     Adapun beberapa makna yang saya dapatkan setelah membaca novel ini diantaranya, pertama, Pemeliharaan Tuhan tetap selamanya, seperti garam. Rasanya akan tetap tak berubah sepanjang hidup. Walau tak punya ayah, Lasi akhirnya hidup bahagia. Kedua, menjaga perjanjian pernikahan. Setelah menikah dengan Handarbeni yang sudah tak bisa memberi Lasi anak, Handarbeni memberi kebebasan Lasi untuk hamil dari laki-laki pilihannya. Tapi, Lasi tidak mengotori pernikahannya walau sebenarnya bisa saja jika ia mau. Ketika hamil dari Kanjat pun, Lasi menjaga kesucian pernikahannya untuk tidak tidur bersama Bambung. Ketiga, selalu sadar pada keinginan. Kehidupan Lasi yang sangat miskin, tetap membuatnya sadar bahwa baginya kekayaan yang diperolehnya saat menjadi istri simpanan tidak selamanya mampu membuat hidupnya tenang dan bahagia. Satu hal penting dari perjalanan Lasi di sini adalah bahwa kemiskinan memang membuat hidup tidak tenang, tapi kenyataan lain bahwa menikmati kekayaan yang diperoleh dengan cara yang salah justru sama sekali tidak memberi nikmat. Ke-empat, kesan yang selalu nampak dari cerita Ahmad Tohari adalah mencintai tanah kelahiran, kembali kepada rahim ibu pertiwi, kampung halaman, adalah sebuah panggilan.

      Secara keseluruhan, novel ini sangatlah bagus dan menarik. Sebagai salah satu penggemar Ahmad Tohari, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh semua lapisan, baik remaja maupun orang tua.

            Sekian resensi yang bisa saya buat. Walau masih jauh dari kesempurnaan, semoga bermanfaat. Amin.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Resensi Novel Bekisar Merah

  Perempuan dalam Kungkungan Kenyataan Judul                            : Bekisar Merah Penulis                         : Ahmad Tohari...